Saat saya menunaikan ibadah haji tahun 2002 yang lalu, banyak pelajaran yang saya ambil baik sebelum maupun selama berada di tanah suci. Sebagaimana calon jamaah pada umumnya, porsi pelatihan setiap hari Minggu selama tiga bulan sebelum berangkat adalah tata cara pelaksanaan, termasuk di dalamnya rukun haji, doa-doa yang dibaca, cara melempar jumroh, apa yang harus dibaca saat wukuf dan sebagainya. Hanya sedikit pembahasan tentang akhlakul karimah sebagai materi yang sangat penting untuk disampaikan.
Dampak dari materi yang “kering” dari ruhiyah itu pun mulai terasa saat
jamaah yang akan berangkat ke tanah suci ditempatkan di maktab Bekasi.
“Perebutan” tempat tidur adalah salah satunya. Ketika seorang jamaah yang sudah
“booking” tempat tidur dengan cara meletakkan barangnya di atas kasur dan pergi
ke toilet, begitu dia kembali tempat tidurnya sudah ditiduri oleh jamaah lain
dengan posisi barangnya diletakkan di sebelah. Demi menghindari percekcokan,
jamaah yang “dikudeta” itu pun mengalah.
Di tanah suci beda lagi. Seorang jamaah yang sering dijadikan rujukan masalah-masalah ibadah haji dan umroh di kloter tersebut tanpa merasa bersalah memasak di kamar yang asapnya jelas mengganggu teman sekamarnya. Belum lagi kalau ia berbicara suaranya sangat kencang dan terkadang orang di ruangan yang berbeda pun bisa mendengarnya.
Saat wukuf di Padang Arafah, jamaah ibu-ibu pada berkumpul dan menggunjing teman-temannya sendiri. Adapula yang bersitegang dan “pecah koalisi” ketika berangkat ke Muzdalifah untuk melempar jumroh. Yang tadinya kemana-mana bersama, tapi karena perbedaan pendapat maka mereka pun pisah dan tidak mau bareng saat jumroh.
Belum lagi termasuk pertengkaran antar jamaah di perjalanan, debat kusir dalam masalah fikih ibadah haji, gunjing menggunjing, perkataan yang tidak menyenangkan dan sebagainya. Akhirnya, ibadah haji hanya menjadi ibadah ritual yang bersifat seremoni, tidak menyentuh pada perubahaan akhlak dan perilaku.
Semoga Allah SWT memberikan kita kesempatan untuk menjadi haji yang mabrur, bukan haji yang takabur. Wallahu’alam.
Comments
Post a Comment