Doa adalah bentuk penghambaan. Ekspresi ketidakmampuan, kepasrahan, dan penyerahan.
Tujuan berdoa hakekatnya bukan untuk
pengabulan, tapi untuk memperoleh rasa kehinaan di hadapan Allah SWT.
Mengapa doa para Rasul, para ulama, para
wali cepat terkabul? Karena rasa hina dan takut mereka kepada Allah SWT lebih
tinggi daripada orang awam.
Sesungguhnya
di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para Ulama,
sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
(QS Surat Fathir: 28)
Imam Ghozali mengatakan, doa yg berkualitas
adalah yg punya 2 unsur: khauf (takut)
dan roja’ (harap).
Jika doa kita jarang atau tidak pernah
terkabul, barangkali disebabkan karena hati kita yang biasa2 saja saat berdoa.
Kita tidak merasa takut kepada Allah SWT (padahal dosa kita banyak), dan di
sisi lain kita tidak serius mengharap kepada Allah agar doa kita terkabul.
Bayangkan ilustrasi ini: kita membuat
kesalahan besar di tempat kerja sehingga merugikan perusahaan. Lalu kita mau
menghadap atasan dengan tujuan ingin meminta kenaikan gaji. Bagaimana perasaan
kita? Kebutuhan kita agar gaji naik adalah kebutuhan mendesak, tapi di satu
sisi kita telah membuat kesalahan besar.
Tentu ada ketakutan di hati kita ketika
menghadap Bos. Tapi kita tau, Bos kita ini orangnya baik, pemaaf, tidak pelit.
Di situ ada harapan bahwa permintaan kita untuk kenaikan gaji bisa dikabulkan.
Seperti itulah “rasa” yg harus kita bawa
saat berdoa. Rasa hina, banyak dosa, tidak berdaya, tidak punya jalan lain, sekaligus
berharap penuh kepada ke Maha Pemurahan Allah SWT.
Maka fokus kita saat berdoa adalah bukan
pada ISI nya, tapi pada RASA nya. Bukan pada DURASI nya, tapi pada ADAB nya.
Bukan pada PENGABULAN nya, tapi pada PENGHAMBAAN nya.
Itulah etika doa. Itulah bukti kelemahan
kita sebagai makhluk di hadapan Sang Khalik. Dan bonusnya, doa cepat terkabul.
Comments
Post a Comment